Minggu, 07 Februari 2010

Sekilas Soal Body Vs Mind Dalam Perspektif Karl Marx & Max Weber


Untuk melihat hubungan Body dan Mind antara Marx dan Weber terlebih dahulu harus dilacak akar pemikiran Marx yang dipengaruhi oleh filsafat materialisme-dialektika, yang merupakan suatu bentuk kritiknya terhadap pemikiran ”idealisme” Hegel dan ”materialisme” Feuerbach. Bagi Hegel dialektika merupakan konsepsi penyangkalan dan pembenaran relasi yang bersifat negasi-dialektik (tesis-antitesis-sintesis). Dialektika dunia tersusun dari proses, hubungan, dinamika, konflik dan kontradiksi. Hal ini diterima oleh Marx sebagai pedoman filsafatnya meski ia menolak ”idealisme” Hegel yang menganggap ”pikiran” atau ”ide/mind” merupakan faktor primer sementara ”materi/body” sebagai faktor sekunder. Kebalikan dari Weber yang justru melihat ”pikiran” atau ”ide/mind” merupakan faktor primer. Jadi menurut Marx, dialektika adalah pengetahuan hukum-hukum umum (pertentangan, perubahan, lompatan, dorongan) dalam proses dan gerak yang terus berlaku dalam dunia materi bukan di dunia ’ide’nya Hegel. Ekonomi, yang kemudian menjadi korpus penelitian Marx, akhirnya dianggap sebagai bagian dari dialektika materialis; Marxisme ialah aliran pemikiran yang bertolak dari realitas kongkret (body) yang dirancang sebagai ”alat berpikir” untuk melakukan perubahan dunia kongkret; dunia manusia (materi). Hegel dengan ”dialektika idealis” dianggap Marx sudah tak mampu lagi membaca perubahan zaman seiring meningkatnya efek dari revolusi industri, oleh karena itu Marx lebih cenderung ke arah ”dialektika materialis”. Perubahan dari feodalisme ke borjuasi akibat semaraknya praktik kapitalisme kemudian menjadi titik tolak Marxisme. Pertentangan-pertentangan ”abadi” inilah yang kemudian dimodifikasi Marx sebagai pertentangan abadi antara kelas yang berpunya (borjuis) dan kaum tak berpunya (proletar) yang ditentukan oleh corak produksi masyarakat itu sendiri. Marx beranggapan bahwa dengan menguasai ”hak milik bersama” atas alat produksi akan menghasilkan ”kemakmuran bersama”. Lalu dengan adanya politik dan instrumen operasional lain akan tercipta masyarakat baru; masyarakat yang dikendalikan oleh kelas tak berpunya (sosialisme) hingga tercipta masyarakat tanpa kelas (komunisme). Sosialisme adalah jalan menuju komunisme.

Marx kemudian bertolak dari pandangannya bahwa tugas dari filsafat bukanlah mengartikan dunia namun bagaimana mengubah dunia untuk menampilkan konsepnya tentang materialisme-historis. Bagi Marx, hukum sejarah berlaku dialektik dalam artian sejarah adalah ”sejarah” panjang perjuangan kelas tertindas sebagai bentuk antitesis menuju sintesis. Jadi pencipta sejarah, bagi Marx, adalah massa kelas pekerja bukan bangsawan. Marx dengan demikian menentang konsepsi materialisme Feuerbach yang dianggap ahistoris. Marx lantas mengkonsepsikan materialisme-historis sebagai konstruksi sejarah masyarakat yang berasal dari basis material dalam suatu proses daya cipta (produksi), pemenuhan kebutuhan hidup dan penciptaan ulang (reproduksi) kebutuhan masyarakat yang tanpa henti.

Marx mengatakan, “pada hakekatnya saya ada karena saya sadar”, tafsiran lainnya adalah ”body” menentukan ”mind”. Wujud konkritnya adalah kekuatan individu sebagai anggota masyarakat ditentukan, dikendalikan atau dibingkai, dipaksa, didorong oleh kekuatan masyarakat dalam bentuk struktur sosial dan pranata sosial yang berbasis determinasi materialistik. Dengan perkataan lain bahwa gagasan individu (perilaku individu) sebagai anggota masyarakat diformat, diatur dan dinyakinkan oleh kekuatan norma ekternal dari dirinya yang merupakan cerminan atau pantulan atas dasar kepentingan kelas-kelas ekomomi (materialistis/ekonomi).

Weber berbeda dengan Marx, yang memberi penekanan pada pemikiran yang bertolak dari realitas kongkret yang dirancang sebagai ”alat berpikir” untuk melakukan perubahan dunia kongkret atau dunia manusia (materi). Weber menekankan individu dan arti subyektif dalam tindakan yang sedang dilaksanakan oleh manusia. Weber berhasil menunjukkan bahwa ide-ide religius dan etis justru memiliki pengaruh yang sangat besar dalam proses pematangan kapitalisme di tengah masyarakat Eropa, sementara kapitalisme agak sulit mematangkan diri di dunia bagian Timur oleh karena perbedaan religi dan filosofi hidup dengan yang di Barat lebih dari pada sekadar faktor-faktor kegelisahan ekonomi atas penguasaan modal sekelompok orang yang lebih kaya. Menurut Weber, Marxisme klasik terlalu naif dengan mendasarkan segala motif tindakan atas kelas-kelas ekonomi memiliki dampak besar yang melahirkan teori kritis dan marxisme baru. Pandangan serupa itu harus berpusat pada dunia budaya—pada ideal-ideal manusia, nilai-nilai, dan realisasi kemajuannya dalam sejarah. Arti-arti subyektif sangat penting dalam definisi Weber. Tujuan Weber adalah untuk masuk ke arti-arti subyektif yang berhubungan dengan pelbagai “katagori interaksi manusia”. Untuk menggunakannya dalam membedakan antara tipe-tipe struktur sosial dan untuk memahami arah perubahan sosial yang besar dalam masyarakat-masyarakat Barat.. Menurut Weber, hanya individu-individulah yang riil secara obyektif, dan bahwa masyarakat hanyalah satu nama yang menunjuk pada sekumpulan individu-individu. Konsep struktur sosial atau tipe-tipe fakta sosial lainnya yang lebih daripada individu dan perilakunya serta transaksinya dianggap sebagai suatu abstraksi spekulatif tanpa suatu dasar apa pun dalam dunia empiris.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar